Sabtu, 29 Oktober 2011

PENDAHULUAN Dasar hukum yang ketiga ialah qiyas, qiyas dipergunakan untuk menentukan hokum suatu masalah jika tidak terdapat ketetapanya dalam al-qur’an dan al-hadis dapat ditetapkan dalam mempergunakan qiyas, seperti mengqiyaskan wajib zakat padi kepada gandum karena gandum dan padi adalah makanan pokok manusia (sama-sama mengenyangkan) Qiyas artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persaman illlat. Menurut istlah agama qiyas yaitu mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telh disebutkan (belum mengetahui ketetapan) kepada hukum yang telah ada/telah ditetapkan Al-Quran dan Sunah disebabakan sama illat antara keduanya (asal furu’) Dalam perkembanganya, kata qiyas banyak digunakan sebagai ungkapan dalam upaya penyamaan antara dua hal yang berbeda, baik penyamaan yang berbentuk inderawi, seperti pengkiasan dua buah buku. Atau maknawiyah, misalnya "Fulan tidak bisa dikiaskan dengan si Fulan", artinya tidak terdapat kesamaan dalam ukuran. QIYAS A. Pengertian Qiyas Qiyas artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persaman illlat. Menurut istlah agama qiyas yaitu mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telh disebutkan (belum mengetahui ketetapan) kepada hukum yang telah ada/telah ditetapkan Al-Quran dan Sunah disebabakan sama illat antara keduanya (asal furu’). Menurut Bahasa, Qiyas artinya ukuran atau mengukur, mengetahui ukuran sesuatu, atau menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dengan demikian qiyas artinya mengukur sesuatu dengan yang lain agar diketahui persamaan atas keduanya. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh Para Ahli Ushul fiqh dengan redaksi yang berbeda sesuai dengan pendapat masing-masing, namun mengandung pegertian yang sama. Diantarannya dikemukakan oleh Saifuddin Al-Amidi yang mengatakan bahwa qiyas adalah: عبا رة عن الاستلؤاء بين الفرع والاصل فى العلة ا لمستنبطة من حكم الاصل Artinya: “Mempersamakan illat yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal yang diistimbatkan dari hukum asal.” Mayoritas Ulama Syafi’iyah mendefinisikan qiyas dengan: حمل غيرمعلوم عل معلوم فى اثبات الحكم لهمااونفيه عنهمابامرجامع بينهمامن حكم اوصفة Artinya: “Membawa hukum yang belum diketahui kepada hukum yang diketahui untuk menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, karena adanya sesuatu yang menyatukan keduanya. Baik hukum maupun sifat.” Wahbah Al-Zuhaili mendefinisikan qiyas sebagai berikut: الحاق امرغيرمنصوص على حكمه الشرعي بامرمنصوص عل حكمه لاشتراكهمافى عله الحكم Artinya: “Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash disebutkan kesatuan illat hukum antara keduanya.” Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh Para Ahli fiqh tersebut maka dapat dijelaskan bahwa qiyas menurut istilah adalah: الحاق امرلامراخرفى الحكم لاشيراكهمافى علةالحكم فيتحدان فى الحكم Artinya: “menggabungkan suatu pekerjaan pada pekerjaan lain tentang hukumnya, karena kedua pekerjaan itu memiliki persamaan sebab(illat) yang menyebabkan hukumnya harus sama.” Biarpun terjadi perbedaan definisi terminologi antara ulama klasik dan kontemporer tentang qiyas, namun mereka sepakat bahwa qiyas adalah "Al-Kasyf wa Al-Idzhâr li Al-Hukm" atau menyingkapkan dan menampakkan hukum, bukan menetapkan hukum ataupun menciptakan hukum. Karena pada dasarnya al-maqis atau sesuatu yang dikiaskan, sudah mempunyai hukum yang tetap atau tsabit, hanya saja terlambat penyingkapanya sampai mujtahid menemukannya dengan perantara adanya persamaan "illah.” B. Rukun Qiyas Para Ulama sepakat Ushul fiqh sepakat bahwa rukun qiyas terdiri atas empat yaitu sebagai berikut: 1. Ashl ( الاصل), yaitu perkara pokok yang terdapat atau telah ditetapkan oleh nash atau ijma’. Yang dikatakan Al-Ashl itu adalah nash yang menentukan hukum, karena nash inilah yang dijadikan patokan penentu hukum furu’. Dalam kasus wisky yang diqiyaskan pada khamar, maka menurut mereka yang menjadi Ashl adalah ayat 90-91 Surat Al-Maidah. 2. Far’u ( الفرع ), adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus diatas. 3. Illat ( العلة ), adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus diatas. 4. Al-Ashl ( العلة ), adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum, dalam kasus khamar diatas illatnya adalah memabukkan. Contoh: Ashl/pokok Furu’/cabang illat hukum Khamar Gandum Dll Wisky Padi Memabukkan Mengeyangkan Haram Wajib C. Syarat-syarat Qiyas Untuk menentukan hukum suatu perkara dengan qiyas yang belum tentu ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Syarat-syarat Ashl (Soal-soal Pokok) a. Hukum yang hendak dipilih untuk cabang masih ada hukum pokoknya. b. Hukum yang ada dalam pokok harus hukum Syara’ bukan hukum akal atau bahasa. c. Hukum pokok tidak merupakan hukum pengecualian, seperti sahnya puasa orang lupa meskipun makan dan minum. من نسي وهوصاام فاكل اوشرب فليتم صومه فانمااطعمه الله وسقاه (رواه البجارىومسلم) Artinya: “Barang siapa yang lupa padahal ia sedang berpuasa kemudian ia makan dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya sesungguhnya Allah yang membarikan makan dan minum.” (H.R Bukhori Muslim). 2. Syarat-syarat Furu’ (Cabang) a. Hukum cabang tidak lebih dulu dari pada hukum pokok. b. Cabang tidak mempunyai ketentuan tersendiri yang menurut Ulama ushul berkata, apabila datang nash, qiyas menjadi batal. c. Illat yang terdapat pada cabang harus sama dengan dengan illat yang terdapat pada pokok. d. Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok. 3. Syarat-syarat Illat a. Illat harus tetap berlaku, manakala ada illat tentu ada hukum, dan tidak ada hukum bila tidak ada illat. b. Illat berpengaruh pada hukum, artinya hukum harus terwujud ketika terdapatnya illat tanpa mengganggu sesuatu yang lain. c. Illat tidak berlawanan dengan nash, dan apabila berlawanan, maka nash yang harus didahulukan. d. Illat harus berupa sesuatu yang jelas dan tertentu, misalnya berpengaruhnya illat tersebut karena adanya hikmah yang dikehendaki syara’. D. Macam-macam Qiyas a. Qiyas Aula, yaitu suatu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum dan yang disamakan (mulhaq) dan mempunyai hukum yang lebih utama dari pada tempat menyamakan (mulhaq bih). Misalnya mengqiyaskan memukul kedua orang tua dengan perkataan “ah” kepadanya, yang tersebut dalam firman Allah : …    … “Janganlah kamu mengatakan “ah”kepada kedua orang tua…..” (QS: Al-Isra’: 23) Mengatakan “ah” kepada orang tua dilarang karena illatnya menyakiti hati, apalagi memukul. b. Qiyas Musaway, yaitu suatu qiyas yang illatnya-nya mewajibkan adanya hukum dan illat hukum yang terdapat pada mulhaq-nya sama dengan illat hukum yang terdapat pada mulhaq-bin. Misalnya, merusak harta benda anak yatim sama dengan memakan harta anak yatim, yakni sama-sama merusak harta, sedangkan memakan harta anak yatim diharamkan. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT: •              . “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa’: 10) c. Qiyas Dalalah, yakni suatu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq menunjukan hukum, tapi tidak mewajibkan hukum padanya, seperti mengqiyaskan harta milik anak kecil pada harta seorang dewasa dalam kewajiban mengeluarkan zakat. d. Qiyas Syibhi, yakni suatu qiyas dimana mulhaq-nya dapat diqiyaskan pada mulhaq bih. Misalnya seorang hamba sahaya yang dirusak oleh seseorang, budak yang dirusak itu dapat diqiyaskan dengan orang merdeka karena karena memang keduanya sama-sama keturunan adam. E. Kehujjahan Qiyas Hujjah secara bahasa artinya petunjuk atau bukti, adapun arti qiyas sebagai hujjah adalah: petunjuk atau bukti untuk mengetahui beberapa hukum syar'i. Sedangkan arti hujjiyatul qiyas sendiri adalah bahwa qiyas merupakan dasar dari dasar-dasar pensyareatan dalam hukum-hukum syar'i ' praktis. Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan berhujjah dengan qiyas dalam hukum-hukum syariat/agama. Dalam hal ini ada beberapa pendapat diantaranya: 1. Jumhur Ulama ushul, mereka tetap menganggap qiyas sebagai dalil istinbat hukum-hukum syara’/agama. Alasan mereka adalah: a. Fiman Allah SWT:  Artinya: “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” ( QS. Al-Hasyr: 2 ) b. Fiman Allah SWT yang berbunyi:                    . “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” (QS: An Nisaa': 59) c. Peristiwa mu’az ibnu ibnu jabal ketika akan diutus oleh rasul menjadi qadhi di Yaman. 2. Sebagian Ulama syi’ah dan segolongan dari Ulama mu’tazilah seperti An-Nazzam juga Ulama-ulama dzaririyah tidak mengakui qiyas sebagai hujjah. Alasan mereka ialah semua peristiwa sudah ada ketentuan dalam Al-Quran dan Sunnah baik yang ditunjukkan nash dengan kata-kata atau tidak seperti isyarat nash (hukum yang tersirat) atau yang menunjukkan nash karena itu kita tidak memerlukan qiyas sebagai hujjah. 3. Al-Quffalusysyasyi dari golongan syaf’iah dan Abul Hasan Al-bhasri dari golongan Mu’tazilah. Keduanya berpendapat bahwa penetapan hukum melalui qiyas wajib kita lakukan baik secara agama maupun secara syariat. Alasan Mazhab ketiga ini, seperti juga alasan Mazhab yang pertama diatas tadi yakni berdasarkan Dalil-dalil dan dialog Mu’az dengan Rasul sewaktu akan dikirim oleh Rasul untuk menjadi qadhi di Yaman. Kesimpulan Qiyas artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persaman illlat. Menurut istlah agama qiyas yaitu mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telh disebutkan (belum mengetahui ketetapan) kepada hukum yang telah ada/telah ditetapkan Al-Quran dan Sunah disebabakan sama illat antara keduanya (asal furu’). Secara bahasa, qiyas merupakan bentuk masdar dari kata qasa- yaqisu, yang artinya ukuran, mengetahui ukuran sesuatu. Misalnya, "Fulan meng-qiyaskan baju dengan lengan tangannya", artinya mengukur baju dengan lengan tangannya; artinya membandingkan antara dua hal untuk mengetahui ukuran yang lain. Secara bahasa juga berarti "menyamakan", dikatakan "Fulan meng-qiaskan extasi dengan minuman keras", artinya menyamakan antara extasi dengan minuman keras. Biarpun terjadi perbedaan definisi terminologi antara ulama klasik dan kontemporer tentang qiyas, namun mereka sepakat bahwa qiyas adalah "Al-Kasyf wa Al-Idzhâr li Al-Hukm" atau menyingkapkan dan menampakkan hukum, bukan menetapkan hukum ataupun menciptakan hukum. Karena pada dasarnya al-maqis atau sesuatu yang dikiaskan, sudah mempunyai hukum yang tetap atau tsabit, hanya saja terlambat penyingkapanya sampai mujtahid menemukannya dengan perantara adanya persamaan "illat.” DAFTAR PUSTAKA Drs. Chairul umam, dkk, Ushul Fiqh, Bandung, Juli 1998. Bakri, nazar, fiqh dan ushul fiqh/nazary, edisi 1, cetakan 4. PT Raja Grafindo persada. Jakarta, 2003. http://www.wattpad.com/147913-qiyas-dalam-islam?p=2
A. Pengertian Intelegensi 1. Pengertian Intelegensi Secara Etimologis Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga bersalal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”. 2 . Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli. • Alfred Binet, tokoh perintis pengukuran intelegensi mendefinisikan intelegensi terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan 2. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan setelah tindakan tersebut dilaksanakan 3. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan auto criticism • Super dan Cities mendefinisikan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau belajar dari pengalaman. • J. P. Guilford menjelaskan bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus. • K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. • George D. Stoddard (1941) menyebutkan intelegensi sebagai kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan: 1. Mengandung kesukaran 2. Kompleks 3. Abastrak 4. Diarahkan pada tujuan 5. Ekonomis 6. Bernilai sosial • Garett (1946) mendefinisikan setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol. • William Stern (1953) intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. • Bischof, psikolog Amerika (1954) mendefinisikan kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. • Lewis Hedison Terman memberikan pengertian intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dengan baik (lih. Hariman, 1958). • David Wechsler (1958) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. • Thorndike (lih. Skinner, 1959) sebagai seorang tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa orang dianggap intelegen apabila responnya merupakan respon yang baik atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya. • Freeman (1959) memandang intelegensi sebagai 1. Kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman, 2. Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, 3. Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual, dan 4. Kemampuan untuk berpikir abstrak. • Heidenrich (1970) mendefinisikan kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha untuk menyesuaikan terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah. • Sorenson (1977) intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar merespon dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan. • Suryabrata (1982) intelegensi didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang sedang dihadapi. • Walters dan Gardnes (1986) mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai konsekuensi seksistensi suatu budaya tertentu. Dari berbagai pendapat dapat diatas disimpulkan bahwa inteligensi adalah 1. Kemampuan untuk berfikir secara konvergen (memusat) dan divergen (menyebar) 2. Kemampuan berfikir secara abstrak 3. Kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah, bertujuan, dan rasional 4. Kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman 5. Kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari 6. Kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, 7. Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual 8. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan merespon terhadap situasi-situasi baru 9. Kemampuan untuk memahami masalah dan memecahkannya. Karena intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri intelegensi yaitu : 1. Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung). 2. Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya. 1. Latar Belakang Intelegensi Tiap individu (manusia maupun hewan) mempunyai kekhususannya sendiri yang membedakannya dengan individu-individu lainnya, sudah lama disadari orang. Kalau kita pandangi orang-orang yang berada disekitar kita, maka secara sepintas lalu saja sudah akan nampak bahwa mereka itu berlain-lainan satu sama lain. Ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang tampan, ada yang cantik, ada yang lemah dan sebagainya. Secara lebih mendalam masalah intelegensi akan dibahas dalam makalah ini. Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa perbuatan yang berintelegensi adalah perbuatan yang menuntut kemampuan yang lebih dari pada sekedar kemampuan untuk persepsi biasa. Kemampuan itu adalah kemampuan untuk mengelolah lebih jauh lagi tentang intelegensi. 2. Pengertian Intelegensi Sebelum kita membahas terlebih jauh tentang intelegensi, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu inteleg dan intelegensi, inteleg artinya pikiran, dengan inteleg orang dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan. Intelegensi adalah kecerdasan pikiran atau sifat-sifat perbuatan cerdas (intelegen). Pengertian lain dari intelegensi menurut panitia istilah paedagogik adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir (Claparade dan Stren). Menurut K. Buhrer intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. 3. Macam-Macam Intelegensi A. Intelegensi Terikat dan Bebas. Itelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa. Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju. B. Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif). Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang. Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis. C. Tingkat-Tingkat Intelegensi Tiap-tiap orang mempunyai cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat. 1. Kecerdasan binatang. 2. Kecerdasan anak-anak. 3. Kecerdasan manusia. D. Faktor yang Menentukan Intelegensi Manusia 1. Pembawaan Intelegensi bekerja dalam situasi yang berlain-lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya megatasi persoalan ditentukan pula oleh pembawaan 1. Kematangan Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi cepat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai (kematangannya). E. Ciri Kecerdasan Manusia 1. Penggunaan Bahasa Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi. - Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, dan perasaan) - Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalumaju dan masalahnya selalu meningkat. - Dengan bahasa, manusia dapat membubarkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang konkrit maupun hal-hal yang abstrak. - Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan seperti: 1. Penggunaan Perkakas - Mendapatkan perkakas. - Membuat perkakas. - Memelihara perkakas. F. Macam-Macam Tes Intelegensi 1. Test binet simon 2. Test tentara (Army mental test) di Amerika 3. Mental test Jenis test ini tidak hanya menyelidiki kecerdasan saja, tetapi untuk menyelediki keadaan jiwa dan kesanggupan jiwa. 1. Scholastik test Test ini tidak hanya untuk menyelidiki kecerdasan anak, tetapi untuk menyelidiki sampai dimana kemampuan dan kemajuan anak. G. Tanda-tanda Keterbelakangan Mental 1. Kecerdasan sangat terbatas 2. Ketidakmampuan sosial, yaitu tidak mampu mengurus diri sendiri, sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain. 1. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal tertentu yang sederhana saja. 2. Perhatianya labil, mudah berpindah-pindah. 3. Daya ingatnya lemah. 4. Emosi sangat miskin dan terbatas misalnya hanya ada perasaan senang, takut marah benci dan terkejut. 1. Bersikap acuh tak acuh terhadap sekitarnya. 2. Kelainan badaniah, seperti badan terlalu kecil, kepala terlalu besar, mata melongo, mata sipit, badan bungkuk, dan tampak tidak sehat. Kesimpulan 1. Intelegensi adalah kecerdasan pikir yang cepat dan tepat untuk mengatasi/ memecahkan suatu masalah. 2. Dengan intelegensi kita dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir. 3. Karena segi intelegensinya berbeda, maka individu satu dengan yang lain tidak sama kemampuanya dalam memecahkan suatu pesoalan yang dihadapi. 4. Kecerdasan yang kreatif dapat menciptakan sesuatu. 5. Kecerdasan yang praktis dapat mengambil tindakan. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, H .Drs., Psikologi Umum, Penerbit PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983.

Jumat, 28 Oktober 2011

honda tiger


RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN A. Identitas Universitas: 1. Nama Universitas : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) 2. Identitas Universitas : Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang 3. Fakultas : Tarbiyah 4. Jurusan/semester : Kependidikan Islam/ 2 (dua) 5. Alokasi waktu : 90 menit (1x pertemuan) 6. Mata kuliah : Filsafat Ilmu 7. Jumlah sks : 2 sks B. Standar Kompetensi : Menjelaskan definisi, fungsi,dan tujuan filsafat ilmu C. Kompetensi Dasar : Memahami definisi, fungsi, dan tujuan filsafat ilmu D. Indikator : 1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi Filsafat Ilmu 2. Mahasiswa mampu memahami fungsi Filsafat Ilmu 3. Mahasiswamampu menjelaskan tujuan Filsafat Ilmu E. Materi : 1. Definisi filsafat ilmu 2. Fungsi dan tujuan filsafat ilmu F. Metode : 1. Ceramah 2. Tanya jawab G. Langkah-langkah Pembelajaran: 1. Kegiatan awal a. mengucap salam b. absensi kehadiran siswa 2. kegiatan inti a. Dosen menjelaskan definisi filsafat ilmu b. Dosen menjelaskan hakikat dan tujuan filsafat ilmu 3. kegiatan akhir a. Mahasiswa dan dosen melakukan refleksi b. Dosen mengingatkan mahasiswa agar selalu mempelajari filsafat ilmu H. Media/Sumber Pembelajaran : 1. Buku Paranoma Filsafat Ilmu karangan Setiawan Yufiarti 2. Susunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran rancangan Amilda, MA. I. Penilaian: 1. Tehnik : Tes tertulis 2. Bentuk : a. Soal pilihan ganda b. Soal esay DEFINISI, FUNGSI, DAN TUJUAN FILSAFAT ILMU Filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan. Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan. Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

kesulitan belajar di sekolah

PENDAHULUAN Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik disekolah, merupakan masalah penting yang sangat perlu mendapat perhatian yang serius dikalangan para pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik disekolah yang akan membawa dampak negatif, baik diri siswa itu sendiri, maupun terhadap lingkungannya. Untuk mencegah dampak negatif yang lebih jelek, yang mungkin timbul karena kesulitan belajar yang dialami para peserta didik,bmaka para pendidik ( orang tua dan guru, dan guru pembimbing) harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh para peserta didiknya. PEMBAHASAN Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjur untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa. A. Karakteristik Peserta didik dalam Belajar Peserta didik adalah individu yang unik, yang mempunyai kesiapan dan kemampuan pisik, psikis serta intelektual yang berbeda satu sama lainnya. Demikian halnya dalam proses belajar, setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda. Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda. Adapun karakteristik peserta didik dalam belajar di sekolah adalah sebagai berikut. 1. Peserta Didik yang Cepat dalam Belajar Pada umumnya adalah siswa yang dapat menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang diperkirakan semula. Mereka dengan mudah menerima materi pelajaran yang disajikan, mereka juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk memecahkan permasalahan yang yang dihadapkan kepada mereka. Pada umumnya siswa yang cepat dalam belahajar ini mempunyai tingkat kecerdasan diatas 130, yakni tergolong anak yang jenius. Meskipun demikian, peserta didik yang cepat dalam belajar sering juga mengalami kesulitan dalam belajar. Pada umumnya kegiatan belajar disekolah selalu menggunakan ukuran normal dalam kecepatan belajar. Oleh karena itu salah satu usaha untuk membantu mereka mengatasi kesulitan belajarnya adalah dengan cara menempatkan mereka pada kelas khusus atau dengan cara memberikan tugas-tugas tambahan kepada mereka sebagai bahan pengayaan. 2. Peserta Didik yang Lambat dalam belajar Peserta didik yang lambat dalam belajar merupakan kebalikan dari pada siswa yang cepat dalam belajar, dimana peserta didik yang lambat dalam belajar memerlukan waktu yang lebih lama dari waktu yang telah diperkirakan cukup untuk kondisi siswa yang normal. Hal ini menyebabkan mereka sering mweras tertinggal dalam proses belajarnya, sehingga mereka menemukan kesulitan dalam belajar. Dipandang dari tingkat kecerdasan pada umumnya peserta didik yang lambat dalam belajar ini mempunyai tingkat kecerdasan dibawah rata-rata, sehingga mereka memerlukan perhatian khusus dan waktu yang lebih lama dalam proses belajarnya. 3. Peserta Didik yang Kreatif Peserta didik yang kreatif adalah siswa yang menunjukkan kreatifitas yang tinggi dalam kegiatan-kegiataqn terntentu, misalnya dalam melukis, menggambar, olah raga, kesenian, organisasi dan kegiatan kurikuler lainnya. Pada umumnya siswa yang kreatif ini terdiri dari peserta didik yang cepat dalam belajar, peserta didik yang kreatif dalam proses belajar lebih mampu memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka dengan berbagai variasi. Dalam memecahkan permasalahan mereka lebih senang bekerja sendiri, percaya diri sendiri, dan berani menanggung resoko yang sulit sekalipun. Untuk mengembangkan kreatifitas para peserta didik sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya. 4. Peserta didik yang drop out (putus belajar) Peserta didik yang drop out adalah siswa yang tidak berhasil dalam kegiatan belajarnya. Penyebab drop out banyak ini banyak sekali, misalkan disebabkan oleh faktor yang ada didalam diri peserta didik sendiri. Seperti kurang minat, malas dan sekolah/jurusan tidak sesuai dengan cita-cita, dan lain sebagainya. Mungkin pula disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kuri kulum metode yang digunakan guru, lingkungan masyarakat yang tidak mendukung, broken home dan lain sebgainya. 5. Peserta Didik yang “Underachiever” Peserta didik yang tergolong underachiever adalah siswa yang memiliki taraf intelegensi yang tergolong tinggi, tetapi memper oleh prestasi yang tergolong rendah. Peserta didik dikatakan underachiever karena secara potensial, peserta didik yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi mempunyai kemungkinan yang cukup besar memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan tetapi dalam hal ini siswa tersebut mempunyai prestasi belajar dibawah kemampuan potensial mereka. Dari hasil penelitian para pakar ditemukan bahwa peserta didik yang underachiever ini diatas 100, akan tetapi prestasi belajar mereka berada pada golongan dibawah rata-rata. Dan jumlah mereka adalah sekitar 5%-15% dari seluruh jumlah siswa disekolah tersebut. Peserta didik yang underachiever ini, dipandang sebagai siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar disekolah, secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Keadaan ini biasanya dilatar belakangi oleh aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, ciri-ciri kepribadian tertentu ataupun pola-pola pendidikan yang diterima dari orang tua dan suasana keluarga yang tidak mendukung. Sudah pasti peserta didik yang underachiever memerlukan perhatian yang istimewa dari para guru, guru pembimbing dan kepala sekolah. Disamping kelima karakteristik yang telah diuraikan diatas, ada beberpa karakteristik lainnya, seperti: a. learning disabilities, adalah peserta didik yang tergolong pada siswayang karena sesuatu hal tidak mampu belajar, mereka menghindar dari kegiatan belajar, sehingga prestasi belajar yang dicapainya menjadi rendah. b. learning disfunction, adalah gejala yang didalami peserta didik, dimana proses belajarnya tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya submoralitas mental,gangguan psikologisnya. c. Learning disorder, adalah peserta didik yang mengalami kekacauan belajar, yakni keadaan dimana proses belajarnya terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. B. Gejala Kesulitan Belajar disekolah Dalam hal menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya, merupakan dasar dalam usahamemberikan bantuan dan bimbingan yang tepat. Kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik itu akan termanifestasidalam berbagai macam gejala. Menurut Moh. Surya, ada beberapa ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar, antara lain: a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah (dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok kelas) b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Mungkin murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai yang dicapai selalu rendah. c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang tersedia. d. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menetang, berpura-pura, dusta dsb. e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu didalam dan diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, mengasingkan diri, tersisih, tidak mau bekerja sama dsb. f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak mau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi niali rendahtidak menunjukkan sedih atau menyesal dsb. Dari yang dikemukakan diatas dapat dipahami adanya beberapa manifestasi dari gejala kesulitan belajar yang dialami oleh para peseerta didik. Dari gejala yuang dimanifestasi dalam tingkah laku yang dialami oleh peserta didik, diharapkan para pendidik/guru dapat memahami dan mengidentifikasi mana siswa yang mwngalami kesulitan dalam belajar dan mana pula yang tidak. KESIMPULAN Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya karakteristik peserta didik dalam belajar yaitu peserta didik yang cepat dalam belajar, peserta didik yang lambat dalam belajar, peserta didik yang kreatif, peserta didik yang drop out, dan peserta didik yang underarchiever. Kemudian dengan adanya gejala-gejala yang terimanifestasi dalam tingkah laku setiap peserta didik, diharapkan para pendidik dapat memahami dan mengidentifikasi mana siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dan mana yang tidak. DAFTAR PUSTAKA Muhammad Surya, (1985), Dasar-dasar Penyuluhan, Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta. M. Sholeh, Pokok-pokok Pengajaran Matematika di Sekolah, (1989), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta. Hallen A, Bimbingan & Konseling, (2005), Quantum Teaching, Jakarta.

motor sport honda tiger